Jumat, 01 September 2023
Matius 16 : 21 – 23
Pengantar
Pada suatu hari yang panas terik, seorang petani semangka berteduh di bawah pohon kenari. Membandingkan buah kenari dan buah semangka, terlintas di dalam pikirannya, “Tuhan itu sungguh aneh dan tidak adil. Mengapa buah kenari yang kecil ditempatkan di pohon yang berdahan besar, sedangkan pohon semangka yang besar ditempatkan di tanaman rambat yang berdahan kecil?”. Belum habis rasa heran sang petani, tiba-tiba … “pluk”, sebutir buah kenari jatuh tepat di atas kepalanya. Petani itu terkejut dan segera bersujud, “Terima kasih Tuhan. Sekarang saya tahu mengapa Engkau tidak menempatkan buah yang besar-besar pada pohon kenari ini.” Sebagai manusia kita sering merasa ada yang salah pada apa yang Tuhan kerjakan. Padahal, dengan pikiran kita yang terbatas, kita tidak mungkin memahami pikiran Tuhan yang sempurna. Itulah yang terjadi pada Petrus ketika Yesus memberitahukan penderitaan dan kematian yang akan dialami-Nya.
Pemahaman
Ayat 21 : Mengapa Yesus membicarakan penderitaan yang akan dialami-Nya? Mengapa Ia harus ke Yerusalem? Apa yang akan dialami-Nya di sana? Siapakah yang akan menyiksa dan membunuh Yesus? Siapakah akan yang membangkitkan- Nya?
Ayat 22-23 : Mengapa Petrus menegur Yesus? Apa yang dipikirkannya? Mengapa Yesus menghardik dengan sebutan “Iblis” dan menyebutnya sebagai “batu sandungan”?
Keterangan waktu yang mengawali ayat 21, “Sejak waktu itu, Yesus mulai …” menandai babak baru dalam pelayanan Yesus. Memang, ini bukan pertama kalinya Dia menyinggung kematian-Nya (lih. 9:15; 10:38; 12:40; lih. juga Yoh 2:19; 3:14). Namun, ini adalah pertama kalinya Dia membahasnya secara terbuka dengan murid- murid-Nya. Ketika itu para murid telah mengenali-Nya sebagai Mesias, tetapi mereka belum memiliki pemahaman mengenai
penderitaan yang akan dialami-Nya. Sekarang Dia dengan jelas mengungkapkan hal itu kepada murid-murid-Nya. Dalam ketaatan- Nya kepada Bapa, Yesus harus pergi ke Yerusalem, di mana Ia akan menghadapi para tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat . Para penguasa Yerusalem itu akan menyiksa dan membunuh-Nya, tetapi kuasa Allah akan membangkitkan-Nya pada hari yang ketiga.
Sikap Petrus di ayat 22 menunjukkan bahwa tidak mudah baginya untuk memahami penderitaan dan kematian Yesus. Tindakan dan perkataan Petrus mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya: “Yesus adalah Mesias. Mana mungkin Mesias yang diutus oleh Allah dapat dibunuh oleh manusia? Allah tidak mungkin membiarkan Yesus mengalami semua itu.” Pemikiran yang masuk akal, bukan? Namun, pemikiran Petrus yang nampak masuk akal ini bertentangan dengan rencana Allah yang mengutus Yesus untuk menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya di kayu salib. Karena itu, Yesus menyebutnya sebagai batu sandungan dan menghardiknya dengan sebutan Iblis. Ini mengingatkan kita kepada pencobaan di padang gurun (Mat. 4:1-11), di mana Iblis berupaya menggagalkan misi Yesus melalui berbagai tawaran yang menarik dan masuk akal.
Refleksi
Kita sering salah memahami pikiran Tuhan, dan kita tidak boleh membiarkan kesalahpahaman itu terus berlanjut.
Tekadku
Tuhan, terangilah hatiku dengan kasih-Mu agar aku mampu menyingkirkan pikiranku yang keliru tentang Engkau.
Tindakanku
Hari ini aku akan berdoa bagi orang-orang yang setia melayani Tuhan, tetapi harus menghadapi penderitaan yang berat dan sulit dipahami oleh pikiran manusia.