Rabu, 06 September 2023
Roma 10 : 15 – 21
Pengantar
Kapankah terakhir kali Saudara menerima kabar baik? Saya berharap pengalaman itu Saudara alami belum lama ini, sehingga dapat menghantar kita untuk merenungkan tentang kabar baik yang menjadi fokus perenungan hari ini.
Pemahaman
ay. 15-17 : Bagaimana Saudara menggambarkan indahnya kedatangan seorang pembawa kabar baik?
ay. 18-21 : Apakah respons yang digambarkan di sini merupakan respons yang baik? Mengapa demikian?
Sampai detik ini kedatangan seseorang yang membawa kabar baik tentu merupakan keindahan dan kebahagiaan. Dalam konteks kitab Yesaya, kabar baik yang dimaksud adalah kabar damai, berita keselamatan, yang bermuara pada berita yang menegaskan bahwa “Allahmu itu Raja”. Berita yang indah ini terjadi berkaitan dengan pemulihan bangsa Israel, yakni mereka dibawa pulang kembali dari tawanan di Babel ke tanah perjanjian. Pemahaman ini kemudian dalam Perjanjian Baru diterapkan pada Kristus, yang membawa damai, berita keselamatan, di mana umat manusia dibebaskan dari tawanan dosa.
Namun demikian, meskipun yang dibawa itu adalah berita baik, kenyataannya tidak semua orang mau menerimanya. Bahkan orang yang seharusnya menerima berita keselamatan itu dengan sukacita, ternyata malah menolak kabar baik itu sampai nabi Yesaya bertanya, “Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?” (Yes. 53:1). Penolakan yang serupa itu juga dialami oleh rasul Paulus dan disuarakan dengan merujuk kepada
pengalaman Musa (ay. 19; bnd. Ul. 32:21), dan pengalaman Yesaya (ay. 20; bnd. Yes. 65:1,2).
Satu hal yang menarik adalah ketika kita memperhatikan konteks pelayanan baik nabi Yesaya maupun rasul Paulus, kita akan melihat bagaimana kesetiaan para pembawa berita keselamatan itu. Mereka tetap menyuarakan kabar baik itu sekalipun terjadi penolakan demi penolakan. Bagi seorang pembawa kabar baik, fokus utamanya bukanlah pada reaksi orang yang mendengar kabar baik itu, melainkan pada bagaimana agar kabar baik itu terus disuarakan. Sebab meskipun tidak semua orang mau menerima kabar baik itu, tetapi prinsip iman timbul dari pendengaran tetap berlaku. Oleh sebab itu kabar baik tersebut tetap harus diperdengarkan.
Refleksi
Dalam keberdosaan yang membuat manusia menjadi bebal, tidak jarang orang berdosa justru menolak berita keselamatan yang mutlak mereka perlukan. Pertanyaannya, maukah kita tetap menjadi pembawa berita keselamatan itu meski mengalami berbagai macam bentuk penolakan?
Tekadku
Doa: Bapa surgawi, tolong saya untuk tetap setia membawa berita keselamatan kepada sesama, amin.
Tindakanku
Saya akan tetap mewartakan berita keselamatan kepada sesama dengan setia.