bukan sekedar simbol

Rabu, 3 Juli 2024
BUKAN SEKADAR SIMBOL
Yeremia 7:1-15

Pengantar
Apa yang terlintas dalam benak Saudara kalau ada yang menyebut kata “murid”? Mungkin kita segera membayangkan gedung sekolah, seragam, buku, tas, alat tulis, dan anak-anak yang dengan tekun belajar. Tetapi pada kenyataannya, apakah murid identik dengan semuanya itu? Murid sebenarnya adalah status yang seharusnya terwujud dalam perilaku dan karakter seseorang yang menyandangnya. Kegiatan belajar seharusnya bukan kewajiban tapi perilaku natural dan gaya hidupnya. Karakter seorang murid adalah seorang yang senang mempelajari hal-hal yang belum diketahuinya dan terus memacu diri untuk menjadi lebih baik, lebih menguasai satu ilmu atau keterampilan. Tetapi realitanya kita menemukan gambaran yang terbalik dari definisi itu bukan? Lalu bagaimana kita mendefinisikan kata “umat Tuhan”? Dan realitas apa yang kita lihat dari kata tersebut?

Pemahaman
Ayat 1-2 : Berdasarkan ayat ini, apa yang Tuhan perintahkan secara spesifik kepada Yeremia?
Ayat 3-4 : Kesan apa yang Saudara tangkap dari bagian ini yang menunjukkan kebiasaan ibadah orang Yehuda? Mengapa kalimat “ini bait TUHAN” dikatakan sebagai perkataan dusta?
Ayat 8-11 : Dari teguran yang Tuhan berikan ini, bagaimana kehidupan spiritual orang Yehuda di hadapan Tuhan?

Bagian yang kita baca hari ini dikenal juga dengan istilah “Khotbah di Pintu Gerbang” yang berisi teguran keras Tuhan melalui Yeremia kepada orang-orang Yehuda. Mereka sangat membanggakan Bait Suci dan menjadikannya simbol yang mendatangkan “legitimasi” kehadiran Tuhan di tengah bangsa mereka. Tetapi di saat bersamaan mereka masih hidup dalam ketidakadilan dan dosa. Tuhan melihat spiritualitas Yehuda yang bobrok karena hidup dalam dualisme: tetap menjalankan ritual agama tetapi juga melakukan kejahatan seperti bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Bait Tuhan yang sebenarnya menjadi tempat bagi Tuhan berdiam di tengah-tengah umat-Nya, mereka jadikan sebagai simbol agama dan status. Selama ada bait Tuhan dan menjalankan ritual agama, mereka yakin kalau Tuhan akan memberkati mereka. Yehuda lupa bahwa Tuhan menghendaki relasi dan bukan sekadar ritual yang ketat. Tuhan tidak menghendaki umat yang memuji dan menyembah hanya sebagai aktivitas rutin saja, karena agama bukan seperti baju yang dengan mudah dikenakan untuk menutupi tubuh yang tidak sempurna. Tuhan yang berdiam dan tinggal di tengah-tengah umat seharusnya menjadi pembeda yang nyata antara Yehuda dan bangsa-bangsa lain. Ironisnya mereka menjadi lebih buruk dari bangsa lain karena sekalipun Tuhan ada bersama, mereka tetap berani melakukan dosa yang keji, bahkan menduakan Tuhan dengan menyembah dewa-dewa bangsa asing yang mati. Kebanggaan menjadi umat pilihan yang memiliki bait Tuhan tidak dibarengi dengan kehidupan yang berpadanan dengan status tersebut. Sebagai orang Kristen kita pun bisa jatuh dalam kesalahan serupa. Kita bisa memanggil nama Yesus, menjadikan salib sebagai simbol yang utama, menaikkan pujian bagi Dia, tetapi apakah hidup kita sesuai dengan status itu?

Refleksi :
Kita tidak menjadi Kristen hanya karena memakai aksesoris salib, pergi ke gereja setiap Minggu, mengikuti acara doa atau pendalaman ajaran, bahkan mengambil bagian pelayanan. Semua itu hanya aktivitas kekristenan dan simbol keagamaan. Yang terpenting justru ketika status itu membawa kita pada relasi yang sesungguhnya dengan Tuhan, semakin memahami firman, semakin bertumbuh dalam kedewasaan rohani. Aktivitas Kristen bukan tanda kerohanian yang baik, tetapi kerohanian yang baik pasti menghasilkan aktivitas yang benar dalam keseluruhan hidup. Apakah hidup spiritual kita berisi relasi yang terbangun dengan Tuhan atau sekadar aktivitas ritual agama? Apakah hidup kita mengalami pertumbuhan dibandingkan lima atau sepuluh tahun yang lalu?

Tekadku :
Doa: Bapa surgawi, ampuni jika seringkali kami menempatkan Engkau sebagai simbol agama yang terpisah jauh dari hidup keseharian kami. Ampuni kami kalau dalam tindakan, kami menyembah dan beribadah kepada-Mu, tapi Engkau melihat kami tidak memiliki relasi yang sesungguhnya dengan Engkau. Tolong kami sungguh-sungguh memiliki relasi dengan Engkau dalam doa, dalam memahami kehendak-Mu juga dalam keseharian kami. Dalam Yesus kami berdoa. Amin.

Tindakanku :
Saya mau belajar menyadari kehadiran Tuhan dalam 24 jam hidup saya secara pribadi. Saya mau belajar bercakap-cakap dengan Dia seperti dengan teman seperjalanan.

This entry was posted in RENUNGAN and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *