HUTANG KASIH

Kamis, 07 September 2023

Roma 13 : 8 – 14

Pengantar

Pernahkah Saudara berhutang? Bila kita hidup takut akan Tuhan, maka kita akan berusaha untuk membayar hutang tersebut. Hari ini kita akan merenungkan tentang hutang yang dimiliki setiap orang yang percaya kepada Kristus.

Pemahaman

ay. 8-10    : Apakah hubungan antara berhutang dan hukum kasih di dalam ketiga ayat ini?

ay. 11-14 : Bagaimanakah hutang kasih itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari?

Alkitab Bahasa Indonesia sehari-hari menerjemahkan ayat 8a sebagai, “Janganlah berutang apa pun kepada siapa juga, kecuali berutang kasih terhadap satu sama lain.” Kalimat ini menyiratkan upaya Paulus dalam berpindah topik dari berhutang finansial menjadi topik hidup dalam kasih. Paulus sedang mengajak kita untuk melihat tindakan mengasihi Allah dan sesama dalam analogi hutang. Ketika kita berhutang, maka kita memiliki tanggung jawab untuk membayar hutang itu. Begitu pulalah dengan tindakan kasih itu. Dalam hubungannya dengan hukum Taurat, rasul Paulus menyatakan bahwa tanggung jawab kita dalam melakukan semua firman yang ada dalam Taurat, pada dasarnya akan terpenuhi bila kita menjalani kehidupan dengan mengasihi. Sebab semuanya itu sudah tersimpul dalam firman, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (ay. 9). Pernyataan ini mengingatkan kita pada pengajaran Kristus sendiri yang mengatakan bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada hukum kasih yang diajarkanNya (Mat. 22:36-40). Dan hal ini sekali lagi ditegaskan dalam ayat 10, di mana

Paulus berkata bahwa kasih adalah kegenapan hukum Taurat.

Hutang kasih itu perlu segera dilunasi, “karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang” (ay. 11). Sekalipun ayat 11 ini memberi kesan kronologi waktu yang bergulir dengan cepat dan segera habis, namun istilah yang digunakan Paulus dalam menyebut “waktu” di sini bukanlah chronos (= kronologi), melainkan kairos, yang mengandung pengertian peluang atau kesempatan. Seakan Paulus berkata bahwa saat ini adalah kesempatan untuk “menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!” (ay. 12). Tidak lagi hidup dalam pesta pora dan kemabukan, percabulan dan hawa nafsu, perselisihan dan iri hati (ay. 13), melainkan hidup dalam kasih.

Refleksi                                                                 

Ketika kita menyadari bahwa hidup dalam kasih sebagai hutang kasih, maka kita akan menyadari tanggung jawab kita untuk melunasi hutang itu. Apalagi bila kita menyadari bahwa waktu yang kita lalui itu bukan sekadar bersifat kronologi, tetapi juga kesempatan demi kesempatan. Sudahkah kita menggunakan kesempatan yang ada untuk melunasi hutang kasih itu?

Tekadku

Doa: Bapa surgawi, tolong saya untuk bergegas membayar hutang kasih ini, amin.

Tindakanku                                                           

Saya akan melakukan kehendak Allah sebagai wujud melunasi hutang kasih itu.

This entry was posted in RENUNGAN. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *